Breaking News

Jurnalis Ramah Anak di Bukittinggi


Apa yang terlintas difikiran anda, soal jurnalis ramah anak? Apakah jurnalis tidak bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik, sehingga muncul paradigma bahwa jurnalis harus ramah anak? 

Paradigma ini dinilai muncul banyaknya berita yang dimuat diberbagai media seperti media cetak, elektronik dan daring yang tidak memperhatikan hak anak. 

Ini menjadi ketakutan semua orang, bahwa berita yang diliput oleh jurnalis atas sebuah peristiwa sangat merugikan masa depan anak. Karena memiliki dampak terhadap perkembangan fisikisnya. Maka digelarlah Workshop Jurnalistik, Jurnalis Ramah Anak oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (D3APPKB) Kota Bukittinggi di lantai dua Badan Keuangan Kota Bukittinggi. Kegiatan ini dibuka oleh Ibu Yessi Ramlan, Ketua TP-PKK Bukittinggi. Kemudian pemetari di isi oleh Wakil Ketua PWI Sumatera Barat, Eko Yanche Edrie dan Psikolog Pusat Pelayan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bukittinggi, Emmalia Yuli Israwanti. Kemudian dihadiri oleh puluhan jurnalis dari berbagai media, serta mahasiswa dan pelajar.

Pada hakikatnya fungsi jurnalis adalah memberikan informasi kepada khalayak ramai, melalui tahapan yang panjang sesuai dengan kode etik jurnalistik. Kemudian, kenapa masih ditemukan, berita yang melanggar kode etik tentang peliputan kasus anak? 




Semua Orang Menjadi Jurnalis

Sebelum masuk kepada semua orang menjadi jurnalis. Profesi jurnalistik salah satu profesi yang gampang didapatkan, bahkan tak jarang kita temukan brosur soal penerimaan menjadi jurnalis. Apakah profesi junalistik menjanjikan, sehingga saat ini jurnalis terlalu banyak.

Bekerja sebagai jurnalis memang asik dan menyenangkan pada bagian tertentu, salah satunya kenal banyak orang dan menguasai isu yang ada diruang lingkup domisili jurnalis tersebut, sehingga muncul kepuasan pada diri sendiri. 

Menurut saya, jurnalis khususnya di Indonesia sudah menjalankan tugas dengan baik, salah satunya peliputan kasus anak. Kenapa saya meyakini, karena setiap pemberitaan yang telah dimuat sudah diolah dan melaui tahapan yang panjang. Mulai dari jurnalis mengupulkan data, wawancara narasumber, faktualisasi data dan sebagainya. Kemudian lanjut ke proses editor oleh redaktur. Selanjutnya pimpinan redaksi mengawasi pemberitaan tersebut.

Seperti itu rangakain kerjanya, kenapa masih kecolongan? Padahal redaktur sudah sertifikasi wartawan madya dan pimpinan redaksi sudah sertifikasi wartawan utama. Tidak diragukan lagi soal kemampunnya.


Inilah yang membuat saya yakin dengan, jurnalis sudah menjalankan tugas dengan baik, bahkan hanya sedikit mengalami kesalahan. Hal tersebut tidak pada unsur kesengajaan, karena tugas jurnalis itu mulia. 


Kemudian  kenapa masih ditemukan berita yang melanggar kode etik atau memuat unsur sara, termasuk soal peliputan anak yang harus  dilindungi. Nah, kembali kepada zaman yang telah dilalui saat ini, yaitu pada era revolusi industri 4.0. Dimana teknologi semakin canggih, tingkat keingin tahuan meningkat, informasi mudah diakses. 

Maka tidak mungkin, semua orang menjadi jurnalis tanpa mengenal bagaimana cara kerja jurnalistik itu. Disana munculah pemberitaan seperti yang melanggar hak anak, dan sebagainya.

Ujung dari keadaan semua orang menjadi jurnalis, lahirlah paradigma jurnalis harus ramah anak. Kerena berita tidak lagi kembali kepada fungsinya dan jurnalis tidak lagi bekerja sesuai dengan kode etik dan sebagainya. Siapakah yang salah? Apakah harus menyalahkan jurnalis dan perusahaan pers  hingga ke organisasi pers, bahkan sampai ke Dewan Pers, tentang pemberitaan yang tidak ramah anak ini?

Tanggung Jawab Bersama

Saat ini, telah terjadi semua orang menjadi jurnalis, maka inilah peran negera, organisasi pers dan seluruh elemen pemerintah hingga kebagian terkecil, mensosialisasikan bagaimana cara bijak menggunakan media. Tidak mungkin negara melarang atau menghukum rakyatnya setiap tahun terkait pemberitaan, tanpa ada pendidikan bermedia kepada semua rakyat Indonesia.

Tingginya minat seseorang terhadap informasi meskipun tidak paham dengan hukum dan kode etik, harus dihormati. Namun, memberikan pendidikan dini serta optimalisasi dari instansi terkait jauh lebih baik.

Maka marilah saling menghormati profesi dan saling memberikan edukasi, tentang sebuah profesi yang dijalankan. Sehingga lahirlah masyarakat yang cerdas bermedia dalam mengakses sebuah informasi.

Dengan demikian, saya meyakini tidak ada lagi istilah jurnalis tidak ramah anak. Semua mengerti undang-undang dan kode etik jurnalistik. Semua rakyat Indonesia cerdas bermedia dalam menyambut era 5.0.





 Kanadi Warman, S.Sos
Sarjana Komunikasi dan Penyiaran Islam
UIN Imam Bonjol Padang











29 comments:

  1. Kadang memang pernah ditemui di beberapa jurnal berita, terutama jurnal berita daring, demi mengejar target jumlah pembaca melakukan berbagai cara dalam penulisan beritanya, dan tidak jarang isi beritanya tidak melindungi hak-hak anak yang terlibat dalam kejadian yang diberitakan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini sudah tugas bersama, mari manfaatkan media daring dengan baik dan saling memberikan masukan

      Delete
  2. Semoga kita semua jadi journalist yang ramah anak ^^

    ReplyDelete
  3. Mungkin karena berita menyangkut anak lebih mengundang perhatian shg sering mengabaikan kode etik ya?

    ReplyDelete
  4. Sebagian ada perusahaan pers yang kecolongan. Tetapi sepengetahuan saya media daring lebih cendrung mengabaikan kode etik. Tapi ini sudah tugas bersama untuk saling evaluasi diri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener. Masih inget waktu itu Luna maya menghujat jurnalis dan reporter gara-gara bikin nangis seorang anak yang dia gendong karna tersenggol kamera reporter

      Delete
    2. Itu juga belum termasuk soal reporter yang mengajari anak yang ia wawancara untuk memberi jawaban yang telah diatur, yang sebenarnya tidak sesuai kenyataan

      Delete
    3. Masalah-masalah tersebut menjadi bahan evaluasi sekarang bang. Dimana semua kita saling mengedukasikan terkait peliputan anak.

      Delete
  5. Pengen jadi jurnalis khusus Jomblo aja 😎💃

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, itu lebih keren. Tidak ada yang melanggar Hak Azazi hahaha

      Delete
  6. Saya yakin semua jurnalis itu pasti selalu ingin melindungi dunia anak, cuma kadang-kadang ada saja yang tidak sengaja menyinggung hak anak

    ReplyDelete
  7. Uya benar sekali kak. Inilah tugas kita kak saling mengingatkan

    ReplyDelete
  8. Acara yg bagus ya..
    Semoga para jurnalis bisa menjalankan tugas sesuau kode etik ya,, dan juga ramah anak tentunya

    ReplyDelete
  9. Semoga kesadaran akan kode etik yang harus tetap dijaga bisa kita lestarikan dan patuhi terus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aminn.. Smg ya Kak Dani. Mari kita saling mengingatkan ya kak

      Delete
  10. Memang serba salah kalau mau meliput kasus anak apalagi ditampilkan wajahnya. Saya hanya khawatir masa depannya sedikit terluka dengan kenangan itu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak. Maka saya sendiri sangat apresiasi kpd dinas terkait memberikan sosialisasi kepada semua warga negara Indonesia.

      Delete
  11. Berarti kalo liputan jurnalis tidak ramah anak.. auto coret nih jurnalisnya..

    ReplyDelete
  12. Wah saya sepakat mas. Jurnalis yang tahu aturan2 dalam menulis pastinya ia bisa menulis dg santun & ramah anak. Semoga tulisan ini semakin menginspirasi banyak orang yang skrg bergelut di bidang ini. Untuk lebih baaik dalam menyampaikan informasi

    ReplyDelete
  13. Akhirnya mantap nih ken. Ajak2 lah ke bukit

    ReplyDelete